Pages

Antara Tempo, Tribunnews, dan Detik.com

Jumat, 25 Oktober 2013

            Memperoleh berita baru di era globalisasi seperti ini bak cetus api, sangat cepat dan dapat diperoleh dari mana saja. Karena perkembangan zaman juga akhirnya media massa di Indonesia berlomba-lomba untuk menyuguhkan berita yang terpercaya dan teraktual untuk masyarakat. Indonesia yang mulanya di dominasi oleh media cetak dan media elektronik, kini lebih diwarnai dengan kemunculan berbagai situs media online.
Tak sedikit pula media cetak yang akhirnya merambah ke dunia maya, salah satunya adalah Tempo. Tempo adalah majalah berita mingguan Indonesia yang umumnya meliput berita dan politik. Namun seiring maraknya media massa online, Tempo akhirnya berinisiatif untuk membuat situs tempo.co yang tidak hanya menyajikan berita dan politik, namun juga selebritas, olahraga, sepak bola, ekonomi, hukum, dan bisnis. Lain halnya dengan Tribbunnews dan Detik.com yang sejak awal memang menyajikan berita secara online. Berita yang disampaikan pun dapat diakses melalui jejaring sosial, sehingga kapan dan dimana saja masyarakat dapat mengakses berita secara mudah. Media Center STAN yang menerbitkan Majalah Civitas pun tidak ingin ketinggalan dengan melebarkan sayap di media online. Situs www.mediacenterstan.com yang dibuat bertujuan agar akses artikel tentang STAN menjadi  lebih mudah.
Sebagai masyarakat Indonesia yang peduli dengan kemajuan bangsanya, kita harus lebih cerdas dalam menerima dan mencerna suatu pemberitaan. Salah satu langkah mudahnya untuk bisa menjadi pembaca yang cerdas adalah mempelajari karakteristik, kelebihan dan kekurangan dari ketiga contoh media massa yang terkemuka di Indonesia yaitu Tempo.co, Tribunnews, serta Detik.com. Sebagai bahan perbandingan, ada tiga artikel yang diambil dari ketiga media tersebut dengan topik yang sama yaitu kekalahan pasangan Ahsan dan Hendra di babak final turnamen Denmark Terbuka.

Artikel Tempo.co

Dalam artikel terkait, gaya bahasa yang digunakan Tempo.co cenderung formal dan tidak jarang penulisannya menggunakan diksi. Seperti gaya bahasa pada paragraf terakhir “Hendra/Ahsan harus mengakui kehebatan pasangan Korea, Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong”, ini menunjukan sindiran halus pada keadaan yang berlawanan dengan keadaan sebenarnya.
Penggunaan diksi terlihat pada paragraf dua dan enam. Ini membuktikan bahwa gaya bahasa yang digunakan Tempo.co adalah gaya bahasa jurnalisme sastra. Gaya bahasa seperti ini dipilih oleh jurnalis karena mengandung tujuan untuk mengonstruksi realitas yang dibentuk. Pilihan kata (diksi) yang tepat, tidak hanya sebagai varian gaya, tetapi untuk mencapai efek optimal terhadap pembaca. Selain gaya bahasa, akhir dari berita pada Tempo.co tidak menggantung, bahkan di paragraf akhir terdapat kesimpulan jurnalis tentang berita tersebut. Berita yang ditulis juga berdasar fakta, ini terlihat dari kalimat langsung dan tidak langsung yang terdapat pada artikel. Namun pada situsnya tidak disediakan kolom komentar dan kritik, sehingga publik tidak dapat menuliskan aspirasinya sendiri.

Artikel Tribunnews

Tribunnews adalah situs berita online yang merupakan suatu divisi koran daerah Kompas.  Karena merupakan divisi Kompas, jadi jangan heran jika gaya bahasanya pun terkadang mirip. Dari penulisan judulnya “Cedera Bahu Penyebab Hendra/Ahsan”  menjelaskan bahwa banyak terdapat penggalan. Pada paragraf pertama baris keenam “Hal ini menyulitkan Ahsan untuk menghujankan smash keras yang memang menjadi andalan” menggunakan gaya bahasa yang berlebih-lebihan dengan tujuan untuk memberi penekanan (majas hiperbola). Gaya bahasa tersebut ditujukkan agar para pembaca ikut hanyut dalam pemberitaan.  Foto yang diambil cukup jelas, menunjukkan Hendra/Ahsan sedang berkonsentrasi penuh pada bola kok. Fakta dari Tribunnews berdasarkan pernyataan dari narasumber yang diolah berupa kalimat langsung dan tidak langsung.  Pada halaman bawah juga disediakan kolom komentar dan kritik untuk menampung testimoni masyarakat.
Artikel Detik.com

Diluncurkan tanggal 9 Juli 1998, Detik.com sudah mendapat “nama” di jejaring sosial seperti twitter. Detik.com hanya mempunyai edisi daring dan menggantungkan pendapatan dari bidang iklan. Gaya bahasa yang dipilih pun lebih ringan dan pemberitaanya tidak terlalu panjang, sehingga dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat. Tetapi dalam menuliskan berita tentang topik ini tidak disertai dengan narasumber tetapi langsung kepada pemaparan kejadian. Oleh sebab itu, masih diragukan keakuratan fakta. Pemberitaanya pun masih menggantung di akhir paragraf. Dalam artikel “Dikalahkan Lee/Yoo, Ahsan/Hendra Gagal Jadi Juara “ masyarakat sudah aktif berpartisipasi dalam memberikan pendapatannya pada kolom komentar. Contohnya ada masyarakat yang mengoreksi kesalahan penulisan hasil skor.
Ketiga media online tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Namun, alangkah baiknya jika ketiga kelebihan dari masing-masing media online tersebut dapat diterapkan di majalah Civitas. Kelebihan media online yang patut dicontoh antara lain adalah menggunakan gaya bahasa sendiri yang nantinnya akan menjadi ciri khas majalah Civitas, pilihan kata, serta fakta yang didapat dari narasumber yang terpercaya. Tetapi kekurangan dari ketiga media online  tersebut juga dapat dijadikan pembelajaran, agar kedepannya media center tidak melakukan kesalahan yang sama dan bisa semakin bersaing dengan media massa dari kampus lain.(/lsd)

 
 

Tidak ada komentar:

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS